Sunday, May 1, 2016

The next step: Story of my Life part II - Persiapan

Sebelumnya.... di Kilas balik

Jika saya memutuskan untuk bekerja di luar bidang kuliah saya sekarang, sejujurnya saya tidak perlu ambil pusing tentang itu. Namun nampaknya kamu boleh sebut saya orang yang aneh-gila. 



Akankah saya mendapatkan pekerjaan setelah lulus yang sesuai bidang saya sementara skill saya saja masih mendasar? Perlu diketahui saya bukanlah tipe orang yang baru mulai bisa merangkak, tapi berani mengungkapkan kalau saya juga bisa berjalan, berlari, dan melompat. Tidak, saya tidak sepercaya diri itu. Saya tidak mau pandangan orang pada saya jatuh karena penilaian seseorang terhadap suatu skill itu relatif. Di mata saya, paling tidak ketika saya bisa menguasai minimal 3 kemampuan, mungkin barulah saya berani berujar... "Ya, saya bisa skill tersebut"

Pertanyaan selanjutnya, apakah ada perusahaan yang mau menerima seseorang dengan skill yang dibilang mengambang ini. Sementara jika kamu perhatikan, rata-rata perusahaan membutuhkan skill yang amat beragam, penggunaan framework a,b,c,d, familier dengan bahasa a, b, c, dan lain sebagainya. Kalau saya orang dengan kepercayaan diri tinggi, saya mungkin akan menuliskan saya bisa bahasa C, C++, Java, C#, dan sebagainya. Mengingat kampus pernah mengajarkan mereka semua. Namun ketika ditanya seberapa dalam kamu memahaminya? Apa jawaban kamu? Apakah kamu benar-benar paham sampai ke akarnya, atau tahu dan pernah menggunakannya sebentar, atau jangan-jangan hanya asal tahu saja, lalu tulis saya bisa ini. Toh dulu pernah lihat format penulisannya juga.

Bulan Januari 2016 jadwal penyerahan skripsi makin dekat. Di satu sisi saya juga berpikir kalau saya sudah lulus nanti saya mau ke mana? Hmm, coba melamar-lamar saja kali ya, siapa tahu dapat panggilan. Sekedar informasi, saya bukan anak yang aktif di organisasi maupun ikut seminar/ workshop sana sini. Sebut saja saya anak kupu alias kuliah pulang. Alhasil, tentu saja CV saya polos tak berwarna, dan saat menulis skill - inilah hal yang paling saya takuti. Saya memang pernah belajar di kampus tentang bahasa C, C++ tapi sudah lupa semua. Sementara pelajaran web programming tidak saya dapatkan di perkuliahan karena saya mengikuti program magang tidak kuliah :p.

Oh Yes, lihat apa yang sudah kamu perbuat? Kenapa kamu seceroboh dan sebodoh itu? Akhirnya saya memutuskan untuk menulis 2 bahasa pemrograman yang saya ketahui C# dan Java- tidak terlalu mendasar sekali namun juga tidak mahir. Sudah kubilang kan, kalau penilaian skill itu relatif. Karena itu saya tidak berani menuliskan persentase maupun bintang-bintang yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang saat membuat CV.

Bermodalkan unsur 'tekad nekat' saya sudah membuat list perusahaan tempat saya ingin melamar baik melalui job portal kampus maupun job portal populer di Indonesia. Kurang lebih ada 14 perusahaan yang ingin saya lamar. Namun karena saya mulai sibuk menjelang penyerahan skripsi dan persiapan untuk sidang saya mengurungkan rencana awal. Saya berpikir perusahaan mana yang mau memanggil wawancara anak yang belum lulus, selesai magang saja belum. Jadi saya memutuskan untuk melamar setelah selesai sidang saja, hitung-hitung sambil belajar meningkatkan skill juga sedari menunggu. Anehnya, saya iseng memasukan sebuah lamaran ke satu perusahaan di akhir bulan Januari melalui job portal populer.

Seorang teman saya menanyakan, "kamu tidak melamar lewar job portal kampus saja? Sepertinya kesempatan panggilan lebih tinggi." Benar juga ucapannya dan saya memutuskan melamar ke 4 tempat yang berbeda. Setelah melamar saya tidak berharap banyak, karena saya juga sedang fokus mempersiapkan sidang dan juga hendak pindah kos. Tepat di hari terakhir saya magang, smartphone saya berdering, sebuah panggilan masuk datang

Bersambung...

The next step: Story of my Life part I - Kilas Balik

Kira-kira sudah hampir 2 bulan lamanya saya lulus S1. Senang? tentu saja. Tapi ada satu hal yang saya rasakan cukup berbeda, malah amat sangat berbeda dari sebelumnya. Saya tidak tahu apakah ada sesuatu yang salah dengan diri saya, atau memang inilah kenyataan hidup. Sedikit flashback....beberapa bulan yang lalu, jauh sebelum saya menjalani sidang skripsi, saya berpikir dan bertanya pada diri saya, "kemampuan apa yang sudah kamu miliki untuk menjadi bekal dalam menjalani dan bertahan di kehidupan ini nanti? Bermain game? Menjadi penulis?" Hmm... bisa jadi, pertanyaan selanjutnya hingga usia berapa saya hendak melakukan kedua hal tersebut. Apakah saat usia saya menginjak 30 nanti saya masih akan tetap menulis untuk menyambung hidup saya? Entahlah.... hanya Tuhan yang tahu. Buku masa depan saya juga masih terkunci rapat di atas sana dan sekarang ini, saya tidak mau ambil pusing tentang itu.

Namun kenyataannya sebagian dari diri saya berkata lain, kurang lebih 3.5 tahun lamanya saya berkuliah di jurusan Teknik Informatika. Apakah saya menemukan passion coding dalam diri saya di kala perkuliahan? Jawabannya tidak, bahkan saya sempat berpikir mungkin saya telah salah jurusan. Tapi bukan berarti saya membecinya. Jika saya membencinya mungkin saya tidak berada di kondisi saya saat ini. Satu hal nasihat dari saya, percayalah walaupun kamu menyukai hal-hal berbau komputer bukan berarti kamu harus masuk TI, begitu pula sebaliknya. Banyak juga yang bilang jika kamu dari IPA maka masuk TI, jika kamu dari IPS kamu masuk SI.

Kembali ke masa lalu, saya melihat coding sebagai suatu kewajiban yang harus saya jalankan untuk bisa menyelesaikan tugas-tugas yang ada di perkuliahan saya. Tidak lebih. Ya, itu saja. Ironis bukan? Lebih buruknya lagi, penanaman konsep yang tanpa akar mendasar menjadikan pandangan saya tentang coding semakin rumit. Jika diibaratkan, kamu baru saja belajar bagaimana cara merangkak, tiba-tiba kamu harus siap dan diajarkan untuk melompat, tapi kamu juga diminta untuk berlari sambil salto. Terbayang?

Kamu mungkin berpikir, "Hello, kita sudah mahasiswa. Kamu bukan anak kecil lagi, kalau belajar sendiri juga pasti bisa." Hmm.... ya mungkin itu berlaku untuk kamu, tapi tidak untuk saya. Lebih beruntung lagi jika kalian berasal dari sekolah menengah kejuruan dan bukannya sekolah menengah atas seperti saya. Beberapa SMA mungkin juga ada yang sudah memberikan pembekalan tentang apa itu coding, sayangnya... sekali lagi berasal dari sekolah daerah membuat saya tidak tahu tentang itu. Ironisnya setahun setelah kelulusan saya, SMA saya mengubah kurikulumnya dan memberikan pengajaran coding untuk pelajaran TIK. Apa yang salah dengan angkatan saya :/ ?

Pada saat saya berkuliah dan mendapatkan pelajaran coding, saya berusaha - bersusah payah untuk mengikuti dan memahaminya dengan baik. Sayangnya kamu akan sering menemukan pengajar yang pandai secara ilmu namun kurang kemampuan dalam hal menjelaskan. Sehingga ketika kamu bertanya, kenapa dan bagaimana? Kamu tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan, intinya kamu hanya akan menemukan jawaban, "pokoknya begitu caranya. kalau susah hafalkan saja urutannya."

WTH is that? Kalau dipikir-pikir lucu jaga rasanya bagaimana dulu saya malah menerima saja saran tersebut. "Well, I must admit I've done that." Jika kamu dibekali dengan otak yang genius, tidak akan sulit bagi kamu untuk segera menemukan jawaban atas mengapa dan bagaimana hanya dengan browsing di Google saja. Sayangnya tidak semua orang dikaruniai dengan anugerah tersebut.

Kalau kamu membaca banyak artikel yang mengungkapkan lulusan TI tidak bisa koding, sebenarnya hal itu tidak salah. Pertanyaannya siapa yang salah dan harus disalahkan di sini? Menjelang skripsi saya mulai harap-harap cemas dengan hal tersebut. Tidak bisa koding - apa apaan itu. Seorang lulusan TI tidak bisa koding. Namun tahukah kamu jika ketakutan yang kamu miliki justru bisa mengubahnya jadi keberanian. Trust me, it's worked. 

Pekerjaan saat saya magang tidak membutuhkan skill coding. Alhasil, saya harus belajar sendiri di kala saya senggang. Yang ada di pikiran saya kala itu, saya tidak mau saat sidang nanti saya tidak bisa menjawab. Oleh sebab itu, saya pelajari titik teori yang menjadi landasan paling mendasar. Mencari jawaban atas mengapa dan bagaimana? Mengapa harus menggunakan a atau b, bagaimana suatu proses bisa terjadi, dan lain sebagainya. Saya mencari tahu bukan tempe asal usulnya, bukan sekedar jawaban instan.

Jika saya memutuskan untuk bekerja di luar bidang kuliah saya sekarang, sejujurnya saya tidak perlu ambil pusing tentang itu. Namun nampaknya kamu boleh sebut saya orang yang aneh-gila. Ketika semua orang justru mencari hal yang mudah, di mana kamu bisa mendapatkan penghasilan melalui hobi kamu yang sudah terbukti, kenapa kamu justru memilih jalan yang baru (baca: yang belum pasti)? Apakah ada perusahaan yang mau menerima seseorang seperti kamu? Ya sejujurnya inilah hal yang paling saya takuti.

Bersambung... Persiapan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...